Minggu, April 26, 2009

CINTA KEPADA ALLAH

CINTA KEPADA ALLAH

Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menjelaskan kepada para jamaah, arti cinta kepada Allah Swt.
cinta. dalam bahasa arab yang artinya Mahabbah ini mengandung maksud, cinta kepada Tuhan. yang lebih luas lagi, bahwa " Mahabbah" memuat pengertian yaitu

1. Memeluk dan mematuhi perintah Allah dan membenci sikap yang melawan Allah.
di dalam hal ini dapat diartikan sebagai bertaqwa kepada Allah

Definisi orang bertakwa sesuai dengan Surah Ali-Imran (3): 134

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

ayat ini menjelaskan
a. orang-orang yang mengeluarkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah sekian persen, lebih banyak lebih bagus, baik dalam keadaan lapang atau senang maupun dalam keadaan susah atau terpaksa.

jadi kita rupanya sangat dianjurkan, atau didorong oleh agama islam untuk selalu menjadi seorang dermawan, selalu membayar infak, pada kondisi apapun, bukan hanya pada saat rezeki banyak kita membayar infak, melainkan pada waktu agak pas-pasan, bahkan mungkin agak sempit, itupun kita harus tetap mengambil sekian persen dari rezeki kita untuk kesejahteraan bersama.

b. bahwa orang yang bertakwa itu pandai meredam amarah, tidak gampang marah, orang marah boleh saja, tetapi sebentar saja dan kemudian harus sudah stabil kembali.

c. Orang yang bertakwa itu, mudah memaafkan sesama manusia. dalam hidup di dunia, ada dua hal yang harus kita ingat, dan dua hal yang harus kita lupakan. dua hal yang harus kita ingat adalah kebaikan orang kepada kita, dan kesalahan kita kepada orang lain supaya tidak diulangi. hal ini supaya untuk yang baik itu kita menjadi lebih akrab dan lebih bersaudara. sementara yang jelek kepada orang lain tidak kita ulangi lagi.

Allah berfirman di dalam hadits Qudsi

حقت محبتى الذ ين يتصا د قو ن من اجلى وحقت محبتى للذ ين يتنا صرو ن من اجلى و لامن مؤ من و لا مؤ منة
يقد م لله ثلا ثة ا ؤ لا د من صلبه لم يبلغوا الحنث ا لا اد خله ا لله الجنته ب فذل رحمته

mereka yang berteman satu sama lain karena aku, berhak memperoleh cinta-ku dan mereka yang saling membantu antara sesamanya, Karena Aku, berhak memperoleh cinta-Ku. dan tiadalah seorang mu'min, (pria atau wanita) berserah diri karena Allah atas kematian tiga orang diantara anak kandungnya yang belum dewasa, pasti Allah memasukkannya ke dalam surga dengan limpahan kurnia rahmat-Nya.
(HQR Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan As-Shagir, dari Amr, Anbasah r.a)

Allah Swt. dengan kurnia dan kemurahan-Nya menetapkan bagi orang yang saling berkawan dan berteman dengan tulus ikhlas, dan suci karena Allah untuk menerima cinta kasih sayang-Nya.

Cinta kasih Allah kepada hamba-Nya berarti Allah memberikan dan melimpahkan ni'mat-Nya kepada mereka. sebagaimana firman-Nya.



. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah : 222)

Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, (QS: al-Maidah: 54)


Allah Swt. mengkaruniakan pahala dan ni'mat kepada mereka, menaungi dan melindungi mereka pada hari kiamat di kala tidak ada naungan dan perlindungan selain naungan dan perlindungan-Nya. memelihara mereka dari siksaan dan melimpahkan berbagai kesenangan dan ni'mat kepada mereka.


2. Berserah diri kepada Allah

Berserah diri kepada-Nya artinya kita selalu berusaha hidup di dalam dekapan Allah, maka jangan lepaskan. orang yang telah lepas dari dekapan Allah, mudah terpelosok ke jalan yang bengkok dan sesat. di antara yang perlu kita selamatkan dari diri ini adalah langkah yang terkendali sesuai dengan kehendak Allah. maka kita perlu menjadikan hukum Allah agar tidak menjadi golongan orang yang dholim.

Orang yang berupaya lepas dari genggaman Allah sama halnya dengan ikan yang hidup di aquarium lantas ingin hidup bebas di luar dengan cara melompat keluar. dia bisa menuruti keinginannya, tetapi bukan kenyamanan yang diraihnya, justru kematian yang didapat. begitu juga manusia, kalau ingin mereguk kebebasan dengan cara keluar dari dekapan Allah, dia akan mendapat bencana akibat lepas dari kendali kebenaran.

Contohnya di Negara maju, banyak orang bersikap seperti ikan dalam aquarium tadi, melompat dari dekapan Allah. mereka tidak mau percaya kepada Tuhan (atheis). dikiranya hidup tanpa Tuhan bisa enak. ternyata, perasaan bebasnya justru menjadi beban baru. sebab mereka merasakan kegalauan yang luar biasa. tidak ada kedamaian dan kenyamanan hidup. orang yang demikian ini bisa menjadi mudah stress dan depresi.

Angka orang gila, dan jumlah orang bunuh diri di Negara maju terus meningkat dari tahun ke tahun. orang di sana, selalu dihantui rasa takut berlebihan. bahkan banyak orang yang tidak bisa tidur karena pikirannya tidak tenang. mereka baru bisa tidur setelah menelan pil penenang. itulah salah satu dampak orang yang menjauh dari Allah. makanya kita sebagai kaum mukmin haruslah senantiasa mendekatkan diri kepada Allah hanya dengan selalu berusaha mencintai Allah maka kita akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman di dalam hati kita.


Kisah sahabat
Tuan Rumah yang Menyambut Kedatangan Rasulullah di Madinah karena rasa cintanya kepada Allah
.... Sesungguhnya, betapa mulia catatan sejarah hidupnya. Terpancarlah keutamaan di atas rumah Khalid Ibn Sa’id yang dijuluki sebagai Abu Ayyub itu. Unta Nabi SAW duduk berhenti di hadapan rumahnya. Hal ini membuat semua orang mengarahkan pandangan mata kepadanya. Bukan saja orang Ansar, tetapi seluruh penduduk Madinah. Kehormatan semacam itu amat diharapkan oleh setiap orang Ansar yang dilaluinya.
Mereka berdiri di depan rumahnya masing-masing selama beberapa saat, menunggu lalunya Rasulullah SAW. Mereka semua ingin mengajak baginda agar mahu berkunjung ke rumahnya. Namun setiap kali Nabi SAW lalu di hadapan rumah kaum Ansar, tuan rumahnya berdiri di hadapan unta Nabi sambil memegangi kekangnya seraya berkata kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, singgahlah sejenak ke rumah kami. Sedemikian jauh Rasulullah menolaknya, baginda berkata sambil memberi isyarat kepada untanya: “Biarkan ia meneruskan perjalanannya. Sebenarnya ia telah diperintahkan demikian.”
Sampai Rasulullah tiba di salah satu rumah bapa saudara baginda (dari pihak ibu), ia menjawab dengan ungkapan seperti di atas saat mereka berusaha menghentikan kekang untanya. Setelah orang-orang melepaskan kendali unta agar boleh melanjutkan perjalanan sendiri, dan Rasulullah SAW juga begitu, unta tadi berjalan sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Akhirnya sampailah ia ke rumah Malik Ibn Al-Najjar. Unta tadi berhenti sebentar lalu berdiri dan berjalan lagi beberapa langkah, lantas untuk yang kedua kalinya berhenti di depan rumah Abu Ayyub Al-Ansari, lekuk lehernya menempel di tanah dan mengeluarkan suara tanpa membuka mulutnya.
Nampak sikap kaum Ansar iri terhadap Abu Ayyub yang membawa tali kekang unta Rasulullah, masuk ke rumahnya yang tersusun dua tingkat. Abu Ayyub berserta keluarganya pindah ke lantai atas, sedang Rasulullah SAW di lantai bawah. Hal ini dilakukannya kerana khawatir menyusahkan Rasulullah SAW, sebab ia bemaksud menghindarkan beratnya naik-turun tangga.
Rasulullah SAW terus tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari selama 7 bulan. Selama itu Abu Ayyub membuatkan makanan Nabi dan menghantarkan kepadanya. Ia selalu menunggu selesainya Nabi makan, kemudian ia dan isterinya memakan sisa makanan baginda SAW karena mengharapkan berkah darinya.
Suatu petang Abu Ayyub menghantar makanannya kepada Nabi. Makanan tersebut mengandung bawang merah dan bawang putih. Ternyata Rasulullah tidak memakannya sedikit pun. Ketika Abu Ayyub melihat makanan tersebut tidak berkurang sedikit pun, ia segera turun menjumpai Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya Rasulullah, demi ayah dan ibumu, aku tidak melihat bekas tanganmu dari makanan malam yang aku sediakan kepadamu.
Padahal jika engkau makan makanan itu, kami selalu makan makanan sisamu demi mengharapkan berkah darimu.” Jawab Nabi: “Aku jumpai dalam makanan itu sejenis tumbuh-tumbuhan (bawang merah dan bawang putih), padahal Jibril memberitahukan hal itu agar aku hindari. Adapun bagimu, maka boleh engkau memakannya.” Selanjutnya Abu Ayyub berkata: “Makanan itu lalu kami makan, kemudian kami tidak pernah membuatkan makanan kepada Nabi yang mengandung bawang merah dan bawang putih.”
Setelah agak lama Rasulullah SAW menggunakan waktunya untuk tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari, ia memutuskan untuk membangun masjid dan membangun beberapa rumah bagi para umahat al-muslimin di sekitarnya. Seluruh kaum muslimin ikut membantu bekerja membangun masjid tersebut. Setelah selesai, Rasulullah SAW pindah ke tempatnya yang baru di sekitar masjid.
Berbagai peristiwa berlalu begitu cepat, sedang kaum Quraisy berupaya terlibat dalam peperangan dengan kaum muslimin. Sekarang kaum muslimin makin siap berjuang menghadapi kaum musyrik dan kafir, sehingga kalimat Allah mencapai kedudukan yang tinggi dan kalimat orang-orang kafir menjadi rendah.
Peperangan terjadi silih berganti. Abu Ayyub ikut serta dalam pertempuran tersebut, tidak ketinggalan satu peperangan pun. Ia tidak pernah tinggal diam dalam berjuang fi sabilillah. Bahkan ia berjuang bersama Rasulullah SAW sebagaimana jihadnya orang yang mencari mati syahid. Ia tidak takut mati. Jihadnya penuh semangat untuk berjumpa kepada Allah.
Di samping Abu Ayyub merupakan pahlawan perang di masa Rasulullah SAW, ia juga seorang pejuang di masa Khulafaur Rasyidin. Ia ikut dalam perang melawan orang-orang murtad, membunuh para musuh Allah dan musuh agama Islam. Ia hidup membela kehormatan Islam. Dalam tiap peristiwa pertempuran ia selalu maju ke barisan depan.
Ketika muncul fitnah antara Saidina Ali ra. dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, Abu Ayyub tanpa ragu-ragu bergabung dalam barisan Ali. Sebab ia tahu bahawa Ali ada di pihak yang benar. Dengan perbuatannya itu, Abu Ayyub berjuang di pihak Ali karramallahu wajhahu, sampai Ali ra. mati syahid.
Abu Ayyub tetap ikut berjuang, tidak ketinggalan ikut bertempur bersama kaum muslimin lainnya sampai terjadi perang Konstantinopel. Ia menerjang barisan musuh hingga badannya penuh luka pedang dan merasakan bahawa ajalnya telah dekat. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Aku ingin jasadku dikubur di tengah medan pertempuran atau yang dekat dengannya, sehingga rohku bergerak di atas medan tempur, dan di akhirat nanti aku mendengar derap kaki kuda dan gemerincingnya pedang.”
Ia menginginkan kehidupan akhiratnya dalam keadaan berjihad sebagaimana semasa hidupnya di dunia. Pada saat keadaannya sudah kritikal. ia merasa sakit akibat luka. Ia masih bersemangat untuk mengibarkan bendera Islam dan mengharap agar memperoleh kemenangan.
Setelah ia meninggal dunia, kaum muslimin melaksanakan kehendaknya. Mereka menguburnya di dekat medan pertempuran agar jiwanya sentiasa dapat menghirup bau jihad dan bersenang-senang di alam akhirat kerana memperoleh pertolongan Allah.

3. Mengosongkan perasaan di hati dari segala-galanya kecuali dari zat yang dikasihi.

Ketahuilah, manusia yang paling beruntung keadaannya di akhirat adalah manusia yang paling kuat rasa cintanya terhadap Allah swt. karena arti dari akhirat sesungguhnya adalah menghadap kepada Allah SWT. dan menemukan kebahagiaan menemui-Nya. apakah yang lebih nikmat ketimbang kenikmatan seorang kekasih ketika menemui kekasihnya setelah kerinduan yang sangat panjang? dan memungkinkan baginya untuk senantiasa menyaksikan-Nya selama-lamanya tanpa adanya penghalang dan kotoran, tanpa pengawasan dan perebutan dan tanpa takut akan terputus! hanya saja kenikmatan itu sesuai dengan kekuatan rasa cinta, maka ketika rasa cinta bertambah, bertambah pulalah kenikmatan itu. semestinya seorang hamba mengusahakan rasa cinta terhadap Allah Swt. di dunia sumber rasa cinta tidak akan tercabut dari seorang yang beriman, karena sesungguhnya dia tidak akan tercabut dari sumber ma'rifat. adapun kekuatan dan penguasaan rasa cinta sampai dia mencapai apa yang disebut sebagai sangat cinta, maka itu telah tercabut dari sebagian besar manusia. semestinyalah hal itu dapat diperoleh dengan dua sebab:

Pertama: memutuskan interaksi duniawi dan mengeluarkan rasa cinta kepada selain Allah SWT. dari hati karena hati dapat diibaratkan seperti sebuah bejana yang tidak akan muat untuk menampung sebuah cuka, umpamanya, jika tidak dikeluarkan semua air darinya.

Allah SWT berfirman

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya (QS. al-Ahzab: 4)


Kesempurnaan rasa cinta terdapat jika anda mencintai Allah SWT. dengan segenap hati. dan selama dia berpaling kepada selain Allah SWT. berkuranglah rasa cinta terhadap Allah SWT. sepadan dengan air yang masih tersisa dalam sebuah tempayan, berkuranglah banyaknya cuka yang dituangkan kepadanya.

kita sebagai orang muslim sudah seharusnya untuk selalu berusaha mencintai Allah melebihi apapun di dunia ini, namun memang hal itu membutuhkan sebuah proses yang cukup lama untuk mencapai suatu tingkatan di mana hanya Allah sajalah dzat yang kita cintai, namun kita harus tetap berusaha untuk mencapai tingkatan tersebut dengan segala upaya kita selama kita hidup di dunia ini.

karena apabila di dalam hati kita hanya ada rasa kecintaan yang besar terhadap Allah Swt maka insya Allah kita akan mendapatkan ketenangan hati dan kebahagiaan dunia dan akhirat saja. hal itulah yang harus senantiasa kita wujudkan di dalam kehidupan kita, hingga kita wafat nanti dan kembali pada-Nya





















Daftar Pustaka


A. Mustofa, 2005, AkhlakTasawuf, Bandung: Pustaka Setia.
M. Rais Amien, 1998, Tauhid Sosial, Bandung: Mizan.
Usman,Ali A. Dahlan. dan D, Dahlan, 2005, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro.
Soeharyo AP dan Soejitno Irmim, 2005, Selingkuh Spiritual, Bandung: Seyma Media
Khalid Muhammad Khalid, 2000, Para Sahabat yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul, Jakarta: Srigunting,

1 komentar: