Minggu, April 26, 2009

HAKIKAT SYUKUR DAN SABAR

HAKIKAT SYUKUR DAN SABAR


Allah Swt berfirman di dalam hadits Qudsi


يا عيى انى با عث من بعد ك ا مة ان اصا بحم ما يحبون حمد وا وشكروا وان اصا بهم ماايكرهون احتسبوا وصبروا ولاحلم ولا علم قل: يا رب كيف يكو ن هذ الهم ولا حلم ولاعلم؟ ق ل: اعطيهم من حلمى و علمى

" Wahai 'Isa! pasti Aku tinggalkan setelah kamu satu umat. apabila mereka peroleh yang mereka sukai, mereka memuji Allah dan bersyukur. Apabila mereka peroleh yang mereka tidak senangi, mereka tetap tekun dan shabar, padahal mereka tidak berlapang dada ataupun berilmu ' Isa berkata: " Ya Rabbi! Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi kepada mereka, padahal mereka tidak berlapang dada ataupun berilmu?" Allah Swt. berfirman:" Aku beri mereka kelapangan dada dan ilmu dari sebagian sifat-Ku!" (HQR Ahmad, Thabarani dalam al-Kabir, al-Ausath dan al-hakim, Abu Na'im, Hakim dan Baihaqi yang bersumber dari Abid-Darda)"

Isa anak Maryam ialah seorang Rasul, beliau termasuk salah seorang Ulul-azmi di antara para Rasul. Sesuai dengan janji Allah kepadanya, Allah akan mengutus Rasul sebagai Rasul penutup yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebagai kurnia dan berita gembira kepadanya.

Allah Swt berfirman


Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QS: as-Shaff: 6)

Nabi Isa a.s. disebut juga al-Masih atau kalimatullah atau Ruhullah. dalam al-Qur'an beliau mendapat julukan: Orang terkemuka di dunia dan Akhirat.

Beliau sendiri sebagai seorang yang menjadi tanda bukti kebesaran dan kekuasaan Allah Swt, karena dilahirkan oleh Maryam (seorang gadis) tanpa bapak. beliau memperoleh mu'jizat yang baik sekali dari Allah Swt.

Allah Swt. memberitakan kepada Nabi dan Rasul-Nya, Isa anak Maryam a.s. bahwa nanti setelah periode beliau akan dilahirkan satu umat yang mempunyai keistimewaan besar, dan kedudukan yang mulia, yaitu umat Nabi Muhammad Saw. yang disebutkan dalam al-Qur'an sebagai berikut:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS: al-Imran: 110)

Kisah sahabat mengenai hakikat syukur dan sabar
Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukkan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma-. Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdil malik.
Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”“
Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata, “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensyukurinya??”
Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”.
Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.
Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”.
Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”.
Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”.
Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.
Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.
Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.
Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.
Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum"[772]. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS: Ar-Ra'd: 24)
Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam keadaan di depan khalayak ramai”.

Sifat umat yang mendapat bimbingan Allah Swt. dan siap melakukan perintahnya itu ialah: apabila mereka mendapat sesuatu yang disenanginya, akan memuji Allah, sebaliknya apabila mereka menerima sesuatu yang tak diinginkannya, tidak menjadikannya mengeluh atau berputus asa.


Allah menggambarkan umat ini di satu segi bersifat positif, yaitu bersyukur dan bersabar, tapi di lain segi digambarkan-Nya negative, yaitu: tidak berlapang dada dan tidak berilmu.

Penggambaran Allah Swt. tersebut, mengagetkan Nabi Isa a.s. sehingga beliau bertanya kepada Allah: " Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi?" Kemudian Allah Swt. menjelaskan, bahwa umat seperti itu pasti terjelma, sebab kemudian oleh Allah diberi kurnia dan rahmat berupa ilmu. kekurangan sifat-sifat yang disebut tadi terhalang. karena mereka diberi bagian dari sifat-Nya.

Sikap lapang dada dan berilmu tidaklah terjadi dengan sendirinya pada diri kita, akan tetapi diperoleh melalui satu latihan. Seyogyanya kita sebagai umat Muhammad memiliki kedua sifat ini sehingga dapat hidup sesuai dengan julukan muslim.

iman kita sebenarnya terbagi dari dua bagian sesuai dengan sabda Rasulullah Saw

الصبر نصف الايما ن واليقين الايما ن كله
sabar adalah separo iman dan keyakinan adalah seluruh keimanan (HR: athabarani dan Al-Baihaqi).

Jadi menurut hadits di atas menunjukkan kedudukan sabar adalah merupakan setengah dari keimanan yang kita miliki, sehingga kita tahu betapa pentingnya hakikat sabar di dalam diri kita, karena apabila kita sebagai orang yang beriman maka sudah selayaknya di dalam diri kita terdapat sifat sabar.

Sedangkan syukur merupakan salah satu perwujudan dari iman, atau tanda dari orang beriman. yang di mana orang tersebut merasa gembira terhadap apa yang diberikan Allah kepada-nya baik pemberian itu berupa apapun yang ia terima.

Syukur merupakan suatu sikap yang berlawanan dengan kufr (ingkar terhadap anugerah Tuhan) jadi syukur itu tidak sedikitpun mengingkari nikmat Allah Swt yang diberikan kepadanya.

Untuk menggembirakan dan menggambarkan umat Muhammad inilah kita dapati dalam al-Qur'an kata"Halim" dalam berbagai bentuk seperti


Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS: al-Imran: 155)


sifat "halim" ini diberikan juga kepada para Nabi. khusus kepada Nabi Ibrahim nenek moyang para Nabi, disebutkan dalam al-Qur'an:

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun. (QS: at-Taubah: 114)

Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar.
(QS: as-Shaffat: 101)

Kesemuanya ini menunjukkan agar setiap pribadi umat Muhammad Saw. Bersikap sabar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan:

1. Allah Swt telah memberikan kabar gembira kepada umat purba sebelum kita, tentang kedatangan umat islam ini, yaitu umat Nabi Muhammad Saw.

2. Umat Islam ini mempunyai kedudukan utama, dan pertama sebab senang menerima petunjuk dan pimpinan Khaliq-nya, senang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

3. Umat ini senang menghargai ni'mat dan mensyukurinya, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.

4. Umat ini tidak kenal putus asa ketika ditimpa mushibah atau dikenai ujian. mereka dapat berlaku sabar, dan saling menasihati untuk bersabar.

5. Umat ini bersikap sabar, penyantun dan tidak cepat marah sehingga tidak selalu resah gelisah.

6. Sabar merupakan setengah dari keimanan yang kita miliki.

7. Syukur merupakan rasa menerima dengan gembira terhadap pemberian yang diberikan Allah kepadanya.



Berbahagialah Umat Islam, yang mengikuti perintah Khaliq-Nya, menjauhi larangan-Nya, berpedoman kepada Qur'an-Nya serta berakhlak meneladani jejak Rasul-Nya.


Alangkah indahnya apa yang dilukiskan di dalam al-Qur'an tentang sifat sabar dan syukur, yang menghiasi akhlak umat Islam, apalagi kalau dilengkapi dengan akhlak terpuji lainnya seperti zuhud, silaturrahmi dan sebagainya.


Daftar Pustaka

Ali Usman, A.Dahlan. dan M.D. Dahlan, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro, 2005
Muhammad Almath Faiz, 1100 HaditsTerpilih, Jakarta: Gema Insani, 1991
Arraiyyah Hamdar, SabarKunci Surga, Jakarta: Khazanah baru, 2002
Khalid Muhammad Khalid, 2000, Para Sahabat yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul, Jakarta: Srigunting,

6 komentar: