Minggu, Mei 03, 2009

TAWADHU KEPADA ALLAH

TAWADHU KEPADA ALLAH

من توا ضع لى هكذا وجعل ا لنبى صلى الله عليه وسلم كفه ال الارض رفعته هكذا وجعل بطن كفه الى السما ء

Barangsiapa yang tawadhu karena Aku, seperti begini lalu Rasulullah Saw. mengisyaratkan dengan menelungkupkan tangannya ke bumi niscaya Aku angkat seperti ini (lalu Nabi Saw). membalikkan telapak tangannya yang tadi dan mengangkatnya kea rah langit. (HQR. Ahmad Bazzar, Abu Ya'la dan Thabarani dalam al-Ausath yang bersumber dari Umar r.a).

At-Tawadhu' biasanya diterjemahkan orang dengan merendahkan diri. para ulama membuat definisi yang berbeda-beda tapi hakikatnya sama. kebanyakan yang membuat definisi tawadhu itu termasuk ulama ahli tashawwuf (ahli hakikat).

di antara definisinya adalah sebagai berikut

1. Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh dan menjauhi perbuatan takabbur (sombong) ganas, ataupun membangkang, tawadhu itu merupakan salah satu sifat mukmin yang termasuk shidiqin
2. Fudlail bin iyadl seorang wara ahli tashawwuf, angkatan tabi'ut-tabi'in, mengatakan, bahwa orang mutawadli' ialah orang yang tunduk dan taat melaksanakan yang haq (benar) serta menerima kebenaran itu dari siapa pun
3. Pendapat lain menegaskan bahwa tawadhu ialah sikap tidak menganggap kelakuannya lebih tinggi dari yang lain.
4. al-Junaid seorang wara ahli tashawwuf, angkatan tabi'ut-tabi'in menganggap bahwa tawadhu' ialah tidak membusungkan dada tapi lemah lembut tanda hormat.
5. Ibnu Ahaillah as-Sakandari, seorang ahli fiqih dan tashawwuf, angkatan abad ketujuh Hijriyah atau abad ketiga belas miladiyah menganggap bahwa tawadhu' menerima yang haq (benar)
6. Al-Harawi berkata bahwa tawadhu ialah bersungguh-sungguh mencapai yang haq
7. Ibnu Taimiyah, seorang ahli dalam madzhab Hambali menerangkan dalam kitabnya, Madarijus Salikin bahwa tawadhu ialah menuanikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, taat mengahambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah, (bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu dan bukan karena pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.

Di dalam al-Qur'an kita dapati ayat-ayat yang menggalakkan dan mengajak manusia bersifat tawadhu

            
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS: al-Furqon: 63)

              
Tidak diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS: an-Nahl: 23)

•             •           
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS: al-A'raf: 40)


                 •                      
Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS: al-Maidah: 54)
Rasulullah SAW bersabda: yang artinya "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu' kepada Allah, melainkan dimuliakan (mendapat 'izzah) oleh Allah. (HR. Muslim).

Tawadhu' adalah lawan dari takabur. Tawadhu' adalah melebur dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT dan dihadapan hamba-hamba Allah. Sedangkan takabur artinya sombong, congkak, atau merasa dirinya lebih dari yang lain. Ketakaburan yang paling tinggi adalah manakala seseorang sudah merasa lebih tinggi daripada Allah SWT, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Fir'aun (Pharaoh). Fir'aun mengaku dirinya adalah tuhan yang harus disembah. Fir'aun membuat undang-undang yang semua orang harus mentaatinya dan mengabaikan Undang-Undang Allah SWT. Fir'aun merasa dirinya raja yang harus ditaati melebihi ketaatan kepada Allah. Pendek kata, dengan kesombongannya Fir'aun mengaku dirinya lebih dari Allah SWT. Iblis, Fir'aun dan penghuni-penghuni neraka lainnya dicampakkan ke dalam neraka semata-mata berawal dari sifat takabur dalam diri mereka.

Firman Allah SWT:
             
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS.Al-Baqarah : 34)

Firman Allah Swt
   •   •        
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (QS.Al-Baqarah : 206)

Demikian bahayanya sifat takabur ini, oleh karena itu seorang mukmin harus mengubur dalam-dalam sifat takabur, dan menumbuh suburkan sifat tawadhu'. Apalagi bagi para da'i yang sedang berjuang meninggikan Kalimatullah di muka bumi ini, maka sifat tawadhu' mutlak diperlukan untuk kesuksesan misi dakwahnya.




Hakikat ketakaburan adalah, kesombongan yang timbul di dalam batin dengan menghayalkan kesempurnaan ilmu atau amal. jika ia menghawatirkan kelenyapannya, maka ia pun tidak membanggakan dirinya / takabur, bilamana ia gembira atas kedudukannya sebagai nikmat dari Allah, maka ia bukan membanggakan diri, tetapi gembira atas karunia Allah.

Bilamana ia melihat kepadanya sebagai sifat tanpa memperhatikan kemungkinan lenyapnya maupun pemberi kenikmatannya, tetapi kepada sifat dirinya, maka inilah sifat ujub (takabur) dan ia termasuk sifat yang membinasakan.

Firman Allah

   •   
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. (QS.Asy-Syu'araa : 215)

Al-Fudhali bin 'Iyadh berkata: Tawadhu' ialah senantiasa berorientasi pada kebenaran dan siap menerima kebenaran tanpa melihat siapa yang berbicara. Sedangkan Abdullah bin Hasan Al-Anshary berkata: Aku lebih suka menjadi ekor dalam kebenaran daripada menjadi kepala dalam kebatilan.
Sementara Ibnu Atha' mengatakan: Tawadhu' adalah menerima kebenaran dari siapapun datangnya, dan 'izzah (kemuliaan) itu ada di dalam tawadhu'.

Kedudukan Tawadhu
1. Tawadhu' adalah salah satu sifat dari sifat Hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang ('Ibadur-Rahman).

Firman Allah SWT:

            
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS.Al-Furqan : 63).



Kisah Rasulullah Saw mengenai ketawadhuannya.

Demikianlah, diantara sifat-sifat 'Ibadur-rahman Allah SWT meletakkan sifat tawadhu' sebagai sifat yang pertama yang harus dimiliki. Hal ini menunjukkan penting dan mendasarnya sifat tawadhu' ini bagi seorang Mukmin.Rasulullah SAW sebagai teladan hidup (al-qudwah) mukmin adalah pribadi yang sangat tawadhu'. Beliau biasa memperbaiki sendiri baju atau terompahnya yang rusak, membantu keluarganya berbelanja ke pasar, senantiasa memulai mengucapkan salam setiap bertemu dengan sahabat-sahabatnya, menghadiri undangan, tidak pernah menghina makanan, dan masih banyak contoh ketawadhu'an beliau, Nabiyullah Muhammad SAW.Diceritakan bahwa pada suatu malam datanglah seorang tamu kepada khalifah Umar bin Abdul Azis. Waktu itu beliau sedang menulis. Lampunya hampir saja padam. Tamu itu kemudian berkata: "Biarlah saya yang memperbaiki lampu itu, ya Amirul Mu'minin." Beliau menjawab: "Ah jangan, tidak baik seseorang menganggap tamunya sebagai pelayan. Itu bukan akhlaq yang mulia." Tamu itu kemudian berkata lagi: "Kalau begitu, biarlah saya bangunkan pelayan saja." Beliau menjawab: "Ah jangan, ia baru saja tidur, agaknya sejak tadi belum merasakan kelezatan bantalnya." Selanjutnya beliau sendiri membetulkan lampunya, maka tamu itu berkata lagi: "Mengapa anda sendiri yang membetulkan lampu itu, ya Amirul Mu'minin?" Beliau ra. menjawab: "Mengapa tidak, kalau saya pergi saya pun tetap Umar, kalau saya kembali sayapun tetap Umar. Tidak berkurang sesuatupun dari diriku dengan apa yang saya lakukan tadi, bukan? Selamanya saya tetap Umar."Demikian contoh para shalafus shalih sebagai pribadi yang mencerminkan sifat-sifat 'Ibadur-Rahman'.

2. Orang yang tawadhu' akan dicintai Allah SWT. Firman Allah SWT:

                 •                      
Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS.Al-Maidah : 54)

Di dalam ayat ini, Allah SWT akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai Allah SWT, dan mereka pun cinta kepada Allah, kemudian dilanjutkan dengan salah satu ciri-ciri mereka adalah mereka bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin. Sifat lemah lembut ini akan bersemayam di dalam kepribadian seorang mukmin, manakala ada sifat tawadhu' di dalam dirinya.

3. Tawadhu' menjadi sebab berpautnya hati.
Firman Allah SWT

                         •           
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
(QS. Ali-Imran : 103).

Pada masa jahiliyah, perang antara kabilah (suku) merupakan kejadian rutin di seluruh jazirah Arab, baik di Makkah maupun di Madinah. Tujuan peperangan itu tidak lain semata-mata untuk menunjukkan kesombongan rasa kesukuan mereka, bahwa suku merekalah yang paling kuat, paling mulia dan sebagainya. Contoh paling jelas adalah perang antara suku Aus dan Khazraj yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun.Akan tetapi, setelah cahaya Islam menyinari hati mereka, maka hati mereka menjadi lembut, dan hancurlah kesombongan mereka berganti dengan sifat tawadhu', yang tumbuh dan berkembang dalam hati mereka. Oleh karena itulah, Allah berkenan mempersatukan hati mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang bersaudara.
Firman Allah:"...dan (Allah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi ini, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS.Al-Anfal : 63).

4.Tawadhu' menjadi masuknya seseorang ke dalam surga. Di dalam suatu riwayat: Abdullah bin Mas'ud berkata: Bersabda Rasulullah SAW: "Tidak akan masuk surga, siapa yang di dalam hatinya ada sifat sombong walau hanya seberat dzarrah." Maka seorang sahabat bertanya: "Adakalanya seseorang itu suka berpakaian bagus." Sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya Allah Indah dan suka keindahan. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang. (HR Muslim).
Allah SWT telah mengharamkan surga bagi orang-orang yang di dalam hatinya masih bersemayam sifat sombong walau hanya seberat dzarrah, dan sebaliknya mempersiapkan surga untuk dihuni oleh hamba-hambaNya yang tawadhu'.

5. Tawadhu' adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.Firman Allah SWT: "Rendahkanlah sayapmu (sikapmu) terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. Asy-Syu-araa : 215 dan Al-Hijr : 88).'Iyadh bin Himar ra. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: "Bertawadhu'lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR. Muslim).



Klasifikasi Tawadhu' dan tanda-tandanya. At-Tawadhu' dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis tawadhu' yaitu

:1. Tawadhu' kepada Allah SWT. Tawadhu' kepada Allah SWT artinya merendahkan diri di hadapan Allah SWT. Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada Allah SWT diantaranya:
a. Merasa kecil/sedikit dalam taat kepada Allah, artinya seseorang yang tawadhu' kepada Allah SWT itu merasa bahwa dalam ketaatannya, ibadahnya kepada Allah masih sangat sedikit kecil dibandingkan dengan dosa yang telah dilakukan.
b. Merasa besar/banyak dalam maksiat, artinya seseorang tawadhu' kepada Allah SWT, merasa bahwa dosa/maksiat yang telah dilakukannya sangat besar/banyak dibandingkan dengan amalnya.
c. Melambungkan pujian kepada Allah SWT dan tidak kepada diri sendiri.
d. Tidak menuntut hak kepada Allah, tetapi berorientasi kepada amal yang harus dilakukan.

2. Tawadhu' kepada Dienullah (al-Islam). Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada Dienullah diantaranya:
a. Tunduk dan patuh kepada aturan-aturan, perintah-perintah dan larangan-larangan di dalam agama Islam.
b. Tidak mengontradiksikan al-Islam baik dalam perkataan, perasaan, pemikiran dan perbuatan.

3. Tawadhu' kepada Rasulullah SAW. Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada Rasulullah SAW diantaranya:
a. Mengutamakan petunjuk Rasulullah SAW di atas manusia lainnya.
b. Mencintai, mentaati, dan mengikuti setiap perkataan dan perbuatan beliau SAW.
c. Menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan hidupnya.

4. Tawadhu' kepada sesama mukmin. Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada mukmin yang lain diantaranya:
a. Menerima nasehat/saran kebenaran dari mukmin yang lain.
b. Senantiasa melihat kelebihan-kelebihan saudaranya, dan berusaha menutupi kekurangan-kekurangannya.
c. Siap membantu mukmin yang lain.
d. Bermusyawarah dengan mukmin yang lain.
e. Senantiasa bersangka baik (huznuzhan) kepada mukmin yang lain.
Hubungan Tawadhu' dengan 'Izzah (Kemuliaan)Orang yang tawadhu' kepada Allah SWT kepada Dienullah (Islam), kepada Rasulullah SAW dan kepada sesama mukmin adalah orang-orang yang akan mendapatkan 'Izzah (kemuliaan) di sisi Allah SWT.Firman Allah SWT: "....Padahal 'Izzah itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya, dan bagi orang-orang mukmin. (QS.Al-Munfiqun : 8).

Sabda Rasulullah SAW: yang artinya "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah kepada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu' karena Allah melainkan dimuliakan oleh Allah (HR. Muslim).

Dari ayat dan hadits di atas, makin jelaslah bahwa kemuliaan itu tidak ditentukan oleh harta yang dimiliki, jabatan dan pangkat yang tinggi, ataupun darah keturunan bangsawan, dan perhiasan-perhiasan dunia lainnya. Akan tetapi 'izzah seseorang akan sangat tergantung kepada sifat tawadhu' yang ada pada pribadi seorang mukmin.Sahabat-sahabat Rasulullah SAW, adalah pribadi yang sangat tawadhu' dan memiliki 'izzah yang tinggi. Sekalipun sebagian besar adalah orang-orang yang miskin, bekas-bekas budak dan kaum dhu'afa, namun mereka memiliki 'izzah yang tinggi.Menutup tulisan ini, marilah kita lihat kembali sebuah episode sejarah yang menunjukkan 'izzah kaum muslimin di hadapan orang-orang kafir.Saat itu, dua pasukan besar berhadap-hadapan, 40.000 tentara kaum muslimin dan 20.000 tentara Persia. Panglima Rustum duduk di atas singgasana yang berkilau-kilau bertatahkan emas dan permata, dikelilingi pengawalnya yang tertunduk di hadapan Sang Panglima. Karpet tebal terhampar di hadapan Sang Panglima. Mereka sedang menunggu utusan kaum muslimin untuk mengadakan perundingan.Tidak lama kemudian, datanglah Rubaya bin Amir utusan kaum muslimin dengan kudanya. Baju, kuda dan sepatunya biasa-biasa saja, sangat sederhana. Rubaya bin Amir dengan tenangnya melangkah di hadapan Sang Panglima sambil menggiring kudanya di atas karpet sampai di hadapan Panglima Rustum. Hal ini membuat gaduh pengawal Rustum, karena geramnya. Setelah suasana reda, dengan tenang Rubaya menyampaikan sikap kaum muslimin: "Kami datang membawa misi Ilahi untuk membebaskan manusia kepada menyembah Allah, dari alam kecil ke alam besar, dan kekejaman Majusi kepada keadilan Islam. Dan Allah mengutus kami dengan agamaNya untuk mengajak manusia kepadaNya. Siapa saja yang menerima seruan kami, kami akan menerimanya dengan baik. Kemudian kami akan kembali dan meninggalkan bumi mereka, lalu kami akan serahkan tongkat estafet dakwah itu kepada mereka untuk melanjutkannya. Akan tetapi jika ada yang menolak seruan kami, kami tidak akan berhenti berperang menghadapi mereka sampai batas yang dijanjikan Allah.Inilah 'izzah kaum muslimin pada saat itu, ke mana larinya 'izzah itu sekarang?

Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak islami yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits. kedua sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan kita sehari-hari dan menjadi pedoman kita sebagai umat muslim, sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.






Daftar Pustaka


Usman Ali, A.Dahlan. dan M.D. Dahlan, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro, 2005
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, 1986
A. Mustofa, AkhlakTasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2005
Shafiyyurahman Al-Mubarakfury Penerjemah Kathur Suhardi, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar