Minggu, Mei 03, 2009

TAWADHU KEPADA ALLAH

TAWADHU KEPADA ALLAH

من توا ضع لى هكذا وجعل ا لنبى صلى الله عليه وسلم كفه ال الارض رفعته هكذا وجعل بطن كفه الى السما ء

Barangsiapa yang tawadhu karena Aku, seperti begini lalu Rasulullah Saw. mengisyaratkan dengan menelungkupkan tangannya ke bumi niscaya Aku angkat seperti ini (lalu Nabi Saw). membalikkan telapak tangannya yang tadi dan mengangkatnya kea rah langit. (HQR. Ahmad Bazzar, Abu Ya'la dan Thabarani dalam al-Ausath yang bersumber dari Umar r.a).

At-Tawadhu' biasanya diterjemahkan orang dengan merendahkan diri. para ulama membuat definisi yang berbeda-beda tapi hakikatnya sama. kebanyakan yang membuat definisi tawadhu itu termasuk ulama ahli tashawwuf (ahli hakikat).

di antara definisinya adalah sebagai berikut

1. Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh dan menjauhi perbuatan takabbur (sombong) ganas, ataupun membangkang, tawadhu itu merupakan salah satu sifat mukmin yang termasuk shidiqin
2. Fudlail bin iyadl seorang wara ahli tashawwuf, angkatan tabi'ut-tabi'in, mengatakan, bahwa orang mutawadli' ialah orang yang tunduk dan taat melaksanakan yang haq (benar) serta menerima kebenaran itu dari siapa pun
3. Pendapat lain menegaskan bahwa tawadhu ialah sikap tidak menganggap kelakuannya lebih tinggi dari yang lain.
4. al-Junaid seorang wara ahli tashawwuf, angkatan tabi'ut-tabi'in menganggap bahwa tawadhu' ialah tidak membusungkan dada tapi lemah lembut tanda hormat.
5. Ibnu Ahaillah as-Sakandari, seorang ahli fiqih dan tashawwuf, angkatan abad ketujuh Hijriyah atau abad ketiga belas miladiyah menganggap bahwa tawadhu' menerima yang haq (benar)
6. Al-Harawi berkata bahwa tawadhu ialah bersungguh-sungguh mencapai yang haq
7. Ibnu Taimiyah, seorang ahli dalam madzhab Hambali menerangkan dalam kitabnya, Madarijus Salikin bahwa tawadhu ialah menuanikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, taat mengahambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah, (bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu dan bukan karena pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.

Di dalam al-Qur'an kita dapati ayat-ayat yang menggalakkan dan mengajak manusia bersifat tawadhu

            
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS: al-Furqon: 63)

              
Tidak diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS: an-Nahl: 23)

•             •           
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS: al-A'raf: 40)


                 •                      
Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS: al-Maidah: 54)
Rasulullah SAW bersabda: yang artinya "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu' kepada Allah, melainkan dimuliakan (mendapat 'izzah) oleh Allah. (HR. Muslim).

Tawadhu' adalah lawan dari takabur. Tawadhu' adalah melebur dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT dan dihadapan hamba-hamba Allah. Sedangkan takabur artinya sombong, congkak, atau merasa dirinya lebih dari yang lain. Ketakaburan yang paling tinggi adalah manakala seseorang sudah merasa lebih tinggi daripada Allah SWT, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Fir'aun (Pharaoh). Fir'aun mengaku dirinya adalah tuhan yang harus disembah. Fir'aun membuat undang-undang yang semua orang harus mentaatinya dan mengabaikan Undang-Undang Allah SWT. Fir'aun merasa dirinya raja yang harus ditaati melebihi ketaatan kepada Allah. Pendek kata, dengan kesombongannya Fir'aun mengaku dirinya lebih dari Allah SWT. Iblis, Fir'aun dan penghuni-penghuni neraka lainnya dicampakkan ke dalam neraka semata-mata berawal dari sifat takabur dalam diri mereka.

Firman Allah SWT:
             
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS.Al-Baqarah : 34)

Firman Allah Swt
   •   •        
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (QS.Al-Baqarah : 206)

Demikian bahayanya sifat takabur ini, oleh karena itu seorang mukmin harus mengubur dalam-dalam sifat takabur, dan menumbuh suburkan sifat tawadhu'. Apalagi bagi para da'i yang sedang berjuang meninggikan Kalimatullah di muka bumi ini, maka sifat tawadhu' mutlak diperlukan untuk kesuksesan misi dakwahnya.




Hakikat ketakaburan adalah, kesombongan yang timbul di dalam batin dengan menghayalkan kesempurnaan ilmu atau amal. jika ia menghawatirkan kelenyapannya, maka ia pun tidak membanggakan dirinya / takabur, bilamana ia gembira atas kedudukannya sebagai nikmat dari Allah, maka ia bukan membanggakan diri, tetapi gembira atas karunia Allah.

Bilamana ia melihat kepadanya sebagai sifat tanpa memperhatikan kemungkinan lenyapnya maupun pemberi kenikmatannya, tetapi kepada sifat dirinya, maka inilah sifat ujub (takabur) dan ia termasuk sifat yang membinasakan.

Firman Allah

   •   
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. (QS.Asy-Syu'araa : 215)

Al-Fudhali bin 'Iyadh berkata: Tawadhu' ialah senantiasa berorientasi pada kebenaran dan siap menerima kebenaran tanpa melihat siapa yang berbicara. Sedangkan Abdullah bin Hasan Al-Anshary berkata: Aku lebih suka menjadi ekor dalam kebenaran daripada menjadi kepala dalam kebatilan.
Sementara Ibnu Atha' mengatakan: Tawadhu' adalah menerima kebenaran dari siapapun datangnya, dan 'izzah (kemuliaan) itu ada di dalam tawadhu'.

Kedudukan Tawadhu
1. Tawadhu' adalah salah satu sifat dari sifat Hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang ('Ibadur-Rahman).

Firman Allah SWT:

            
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS.Al-Furqan : 63).



Kisah Rasulullah Saw mengenai ketawadhuannya.

Demikianlah, diantara sifat-sifat 'Ibadur-rahman Allah SWT meletakkan sifat tawadhu' sebagai sifat yang pertama yang harus dimiliki. Hal ini menunjukkan penting dan mendasarnya sifat tawadhu' ini bagi seorang Mukmin.Rasulullah SAW sebagai teladan hidup (al-qudwah) mukmin adalah pribadi yang sangat tawadhu'. Beliau biasa memperbaiki sendiri baju atau terompahnya yang rusak, membantu keluarganya berbelanja ke pasar, senantiasa memulai mengucapkan salam setiap bertemu dengan sahabat-sahabatnya, menghadiri undangan, tidak pernah menghina makanan, dan masih banyak contoh ketawadhu'an beliau, Nabiyullah Muhammad SAW.Diceritakan bahwa pada suatu malam datanglah seorang tamu kepada khalifah Umar bin Abdul Azis. Waktu itu beliau sedang menulis. Lampunya hampir saja padam. Tamu itu kemudian berkata: "Biarlah saya yang memperbaiki lampu itu, ya Amirul Mu'minin." Beliau menjawab: "Ah jangan, tidak baik seseorang menganggap tamunya sebagai pelayan. Itu bukan akhlaq yang mulia." Tamu itu kemudian berkata lagi: "Kalau begitu, biarlah saya bangunkan pelayan saja." Beliau menjawab: "Ah jangan, ia baru saja tidur, agaknya sejak tadi belum merasakan kelezatan bantalnya." Selanjutnya beliau sendiri membetulkan lampunya, maka tamu itu berkata lagi: "Mengapa anda sendiri yang membetulkan lampu itu, ya Amirul Mu'minin?" Beliau ra. menjawab: "Mengapa tidak, kalau saya pergi saya pun tetap Umar, kalau saya kembali sayapun tetap Umar. Tidak berkurang sesuatupun dari diriku dengan apa yang saya lakukan tadi, bukan? Selamanya saya tetap Umar."Demikian contoh para shalafus shalih sebagai pribadi yang mencerminkan sifat-sifat 'Ibadur-Rahman'.

2. Orang yang tawadhu' akan dicintai Allah SWT. Firman Allah SWT:

                 •                      
Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS.Al-Maidah : 54)

Di dalam ayat ini, Allah SWT akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai Allah SWT, dan mereka pun cinta kepada Allah, kemudian dilanjutkan dengan salah satu ciri-ciri mereka adalah mereka bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin. Sifat lemah lembut ini akan bersemayam di dalam kepribadian seorang mukmin, manakala ada sifat tawadhu' di dalam dirinya.

3. Tawadhu' menjadi sebab berpautnya hati.
Firman Allah SWT

                         •           
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
(QS. Ali-Imran : 103).

Pada masa jahiliyah, perang antara kabilah (suku) merupakan kejadian rutin di seluruh jazirah Arab, baik di Makkah maupun di Madinah. Tujuan peperangan itu tidak lain semata-mata untuk menunjukkan kesombongan rasa kesukuan mereka, bahwa suku merekalah yang paling kuat, paling mulia dan sebagainya. Contoh paling jelas adalah perang antara suku Aus dan Khazraj yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun.Akan tetapi, setelah cahaya Islam menyinari hati mereka, maka hati mereka menjadi lembut, dan hancurlah kesombongan mereka berganti dengan sifat tawadhu', yang tumbuh dan berkembang dalam hati mereka. Oleh karena itulah, Allah berkenan mempersatukan hati mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang bersaudara.
Firman Allah:"...dan (Allah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi ini, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS.Al-Anfal : 63).

4.Tawadhu' menjadi masuknya seseorang ke dalam surga. Di dalam suatu riwayat: Abdullah bin Mas'ud berkata: Bersabda Rasulullah SAW: "Tidak akan masuk surga, siapa yang di dalam hatinya ada sifat sombong walau hanya seberat dzarrah." Maka seorang sahabat bertanya: "Adakalanya seseorang itu suka berpakaian bagus." Sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya Allah Indah dan suka keindahan. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang. (HR Muslim).
Allah SWT telah mengharamkan surga bagi orang-orang yang di dalam hatinya masih bersemayam sifat sombong walau hanya seberat dzarrah, dan sebaliknya mempersiapkan surga untuk dihuni oleh hamba-hambaNya yang tawadhu'.

5. Tawadhu' adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.Firman Allah SWT: "Rendahkanlah sayapmu (sikapmu) terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS. Asy-Syu-araa : 215 dan Al-Hijr : 88).'Iyadh bin Himar ra. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: "Bertawadhu'lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR. Muslim).



Klasifikasi Tawadhu' dan tanda-tandanya. At-Tawadhu' dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis tawadhu' yaitu

:1. Tawadhu' kepada Allah SWT. Tawadhu' kepada Allah SWT artinya merendahkan diri di hadapan Allah SWT. Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada Allah SWT diantaranya:
a. Merasa kecil/sedikit dalam taat kepada Allah, artinya seseorang yang tawadhu' kepada Allah SWT itu merasa bahwa dalam ketaatannya, ibadahnya kepada Allah masih sangat sedikit kecil dibandingkan dengan dosa yang telah dilakukan.
b. Merasa besar/banyak dalam maksiat, artinya seseorang tawadhu' kepada Allah SWT, merasa bahwa dosa/maksiat yang telah dilakukannya sangat besar/banyak dibandingkan dengan amalnya.
c. Melambungkan pujian kepada Allah SWT dan tidak kepada diri sendiri.
d. Tidak menuntut hak kepada Allah, tetapi berorientasi kepada amal yang harus dilakukan.

2. Tawadhu' kepada Dienullah (al-Islam). Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada Dienullah diantaranya:
a. Tunduk dan patuh kepada aturan-aturan, perintah-perintah dan larangan-larangan di dalam agama Islam.
b. Tidak mengontradiksikan al-Islam baik dalam perkataan, perasaan, pemikiran dan perbuatan.

3. Tawadhu' kepada Rasulullah SAW. Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada Rasulullah SAW diantaranya:
a. Mengutamakan petunjuk Rasulullah SAW di atas manusia lainnya.
b. Mencintai, mentaati, dan mengikuti setiap perkataan dan perbuatan beliau SAW.
c. Menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan hidupnya.

4. Tawadhu' kepada sesama mukmin. Tanda-tanda orang yang tawadhu' kepada mukmin yang lain diantaranya:
a. Menerima nasehat/saran kebenaran dari mukmin yang lain.
b. Senantiasa melihat kelebihan-kelebihan saudaranya, dan berusaha menutupi kekurangan-kekurangannya.
c. Siap membantu mukmin yang lain.
d. Bermusyawarah dengan mukmin yang lain.
e. Senantiasa bersangka baik (huznuzhan) kepada mukmin yang lain.
Hubungan Tawadhu' dengan 'Izzah (Kemuliaan)Orang yang tawadhu' kepada Allah SWT kepada Dienullah (Islam), kepada Rasulullah SAW dan kepada sesama mukmin adalah orang-orang yang akan mendapatkan 'Izzah (kemuliaan) di sisi Allah SWT.Firman Allah SWT: "....Padahal 'Izzah itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya, dan bagi orang-orang mukmin. (QS.Al-Munfiqun : 8).

Sabda Rasulullah SAW: yang artinya "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah kepada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu' karena Allah melainkan dimuliakan oleh Allah (HR. Muslim).

Dari ayat dan hadits di atas, makin jelaslah bahwa kemuliaan itu tidak ditentukan oleh harta yang dimiliki, jabatan dan pangkat yang tinggi, ataupun darah keturunan bangsawan, dan perhiasan-perhiasan dunia lainnya. Akan tetapi 'izzah seseorang akan sangat tergantung kepada sifat tawadhu' yang ada pada pribadi seorang mukmin.Sahabat-sahabat Rasulullah SAW, adalah pribadi yang sangat tawadhu' dan memiliki 'izzah yang tinggi. Sekalipun sebagian besar adalah orang-orang yang miskin, bekas-bekas budak dan kaum dhu'afa, namun mereka memiliki 'izzah yang tinggi.Menutup tulisan ini, marilah kita lihat kembali sebuah episode sejarah yang menunjukkan 'izzah kaum muslimin di hadapan orang-orang kafir.Saat itu, dua pasukan besar berhadap-hadapan, 40.000 tentara kaum muslimin dan 20.000 tentara Persia. Panglima Rustum duduk di atas singgasana yang berkilau-kilau bertatahkan emas dan permata, dikelilingi pengawalnya yang tertunduk di hadapan Sang Panglima. Karpet tebal terhampar di hadapan Sang Panglima. Mereka sedang menunggu utusan kaum muslimin untuk mengadakan perundingan.Tidak lama kemudian, datanglah Rubaya bin Amir utusan kaum muslimin dengan kudanya. Baju, kuda dan sepatunya biasa-biasa saja, sangat sederhana. Rubaya bin Amir dengan tenangnya melangkah di hadapan Sang Panglima sambil menggiring kudanya di atas karpet sampai di hadapan Panglima Rustum. Hal ini membuat gaduh pengawal Rustum, karena geramnya. Setelah suasana reda, dengan tenang Rubaya menyampaikan sikap kaum muslimin: "Kami datang membawa misi Ilahi untuk membebaskan manusia kepada menyembah Allah, dari alam kecil ke alam besar, dan kekejaman Majusi kepada keadilan Islam. Dan Allah mengutus kami dengan agamaNya untuk mengajak manusia kepadaNya. Siapa saja yang menerima seruan kami, kami akan menerimanya dengan baik. Kemudian kami akan kembali dan meninggalkan bumi mereka, lalu kami akan serahkan tongkat estafet dakwah itu kepada mereka untuk melanjutkannya. Akan tetapi jika ada yang menolak seruan kami, kami tidak akan berhenti berperang menghadapi mereka sampai batas yang dijanjikan Allah.Inilah 'izzah kaum muslimin pada saat itu, ke mana larinya 'izzah itu sekarang?

Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak islami yang bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits. kedua sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan kita sehari-hari dan menjadi pedoman kita sebagai umat muslim, sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.






Daftar Pustaka


Usman Ali, A.Dahlan. dan M.D. Dahlan, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro, 2005
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, 1986
A. Mustofa, AkhlakTasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2005
Shafiyyurahman Al-Mubarakfury Penerjemah Kathur Suhardi, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004)

Rahmat Allah

RAHMAT ALLAH

Allah berfirman di dalam hadits Qudsi

اذ اهم عبد ى بسيئة فلم يعملها فا كتبوها له حسنة فا ن عملها فا كتبو ها له سيئة فا ن تا ب فا محوها عنه واذاهم عبد ى بحسنة فلم يعملها فا كتبو ها له حسنت فا ن عملها فا كتبو ها بعشرة امش لها ال سبعما ئت ضعف

" Apabila seorang hamba-Ku, merencanakan melakukan suatu kejahatan, tapi tidak dilaksanakannya, tuliskanlah baginya satu kebajikan, tetapi jika dilaksanakannya, maka tuliskanlah baginya satu kejahatan, jika ia taubat, hapuskanlah daripadanya. Dan apabila seorang hamba-Ku merencanakan melakukan suatu kebajikan, lalu tidak dilaksanakannya, maka tuliskanlah baginya satu kebajikan, tetapi jika dilaksanakannya, tuliskanlah baginya sepuluh ganda hingga tujuh ratus ganda".
(H.R. Ibnu Hibban dan Abu Darda r.a.)

Dalam hadits di atas terdapat kata "hamma" maksudnya berkehendak dan bersiap untuk mengerjakan. jadi " hamma" atau " al-hammu" itu merupakan kecenderungan bathin yang mengandung unsur kepastian. karena itulah kami mencoba menyalinnya dengan kata " merencanakan untuk melakukan". oleh karena ada unsur kepastian itulah, maka terjadi seperti yang tersebut dalam Hadits Qudsi di atas.

ada enam jenis kecenderungan bathin pada manusia yaitu:

1. Haditsun-nafsi, yaitu lintasan-lintasan dalam bathin.
2. Hajis, yaitu suara sukma yang lebih menonjol dan lebih kuat daripada lintasan bathin.
3. Khatir, yaitu hajis yang sering menonjol dalam hati
4. al-hammu, yaitu kecenderungan bathin yang sudah mengandung unsure kepastian untuk dilaksanakan, namun pelaksanaannya masih dalam tingkat ragu-ragu.
5. al-azmu, yaitu maksud pelaksanaannya sudah kuat atau lebih kuat dari al-hammu.
6. al-jazmu, yaitu tidak ragu-ragu lagi untuk memulai melaksanakan maksudnya.


Para ulama, telah sepakat bahwa ketiga macam kecenderungan bathin yang pertama (1, 2, dan 3), tidak atau belum dikenai sesuatu hukum seperti yang dimaksud dalam Hadits Qudsi di atas, pada tahap tiga terakhir itulah baru dikenai hukum yang tersebut dalam Hadits Qudsi di atas.

Di samping itu terdapat pula ulama yang menganggap bahwa, al-azmu itu muradif (sinonim) al-jazmu, sehingga dorongan ini tidak lama lagi akan menjelma menjadi amal perbuatan.

Adapun makna dan maksud Hadits Qudsi tersebut di atas, wallahu a'lamu bi muradihi. ialah bahwa Allah memerintahkan, kepada Malaikat, yang diserahi tugas mencatat semua amal perbuatan manusia, untuk tidak menuliskannya sebagai satu kejahatan, apabila yang bersangkutan baru sampai taraf " merencanakan" saja, dan belum " melaksanakan". meninggalkan dan tidak jadi melaksanakan maksiat berarti menahan diri dari kejahatan. menahan diri dari perbuatan jahat, adalah satu kebajikan.

Apabila manusia atau orang telah melaksanakan atau mengerjakan maksiat yang direncanakannya, barulah para malaikat menuliskan atau mencatatnya sebagai satu kejahatan.

Malaikat tidak mencatat sebagai satu kejahatan, apabila masih dalam taraf " merencanakan akan melakukan" serta tidak jadi dilaksanakan disebabkan karena taqwa kepada Allah, padahal ia sanggup melaksanakannya, maka ia mendapatkan satu kebajikan.

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa orang yang mempunyai azam (maksud) melakukan maksiat dengan hatinya, dan telah menyediakan diri untuk melaksanakannya, sebenarnya ia telah berdosa, meskipun belum melaksanakannya. Menurut pendapat mereka pemaafan yang terdapat dalam Hadits qudsi tersebut di atas, hanya sampai batas al-hammu, yang hanya melintas dalam hati yang belum ada ketetapan, belum jadi azam (maksud).

Ada lagi yang berpendapat bahwa, orang yang telah melakukan maksiat tetapi belum bertaubat, kemudian merencanakan untuk melakukannya lagi atau akan mengulanginya, ia akan disiksa karena akan mengekalkan perbuatan maksiat itu. jadi pengekalan atas suatu maksiat, adalah maksiat juga. Akibatnya, orang yang meng-'aam melakukan maksiat dan memutuskan untuk melaksanakannya, telah dituliskan baginya satu kejahatan kedua.

Apabila seseorang telah melakukan kejahatan, kemudian ia sesali perbuatannya itu dengan segera menghentikan perbuatannya itu dan berpindah kepada kebaikan, bertaubat dan memohon ampun atas kemaksiatannya itu dengan berazam tidak akan mengulangi kembali perbuatan maksiatnya, Allah Swt akan berkenan menghapuskan dosa dan kejahatannya itu, Allah Swt. akan menghilangkan perbuatan jahatnya itu dan menganggapnya seolah-olah tidak pernah terjadi.

Hadits Qudsi di atas memberitakan kepada kita bahwa apabila seorang hamba merencanakan berbuat baik atau kebajikan tetapi belum atau tidak dikerjakan karena sesuatu sebab, Allah akan memerintahkan menuliskan satu kebaikan baginya. Dengan demikian diharapkan manusia selalu senang memikirkan hal-hal yang baik serta selalu berniat untuk berbuat baik. Apabila Allah Swt,. telah memberikan taufik kepada seseorang, sehingga orang itu langsung berbuat baik, Allah Swt. berkenan menuliskan sepuluh kebajikan bagi orang itu.

Kisah sahabat Rasulullah Saw yang mendapatkan rahmat Allah Swt

Habis Gelap terbitlah Terang

Ia adalah Abu Sufyan bin Harits, dan bukan Abu Sufyan bin Harb ayah Mu'awiyah. Kisahnya merupakan kisah kebenaran setelah kesesatan, sayang setelah benci dan bahagia setelah celaka .... Yaitu kisah tentang rahmat Allah yang pintu-pintu-nya terbuka lebar, demi seorang hamba menjatuhkan diri diharibaan-Nya, setelah penderitaan yang berlarut-larut!

Bayangkan, waktu tidak kurang dari 20 tahun yang dilalui Ibnul Harits dalam kesesatan memusuhi dan memerangi Islam ... ! Waktu 20 tahun, yakni semenjak dibangkitkan-Nya Nabi saw. sampai dekat hari pembebasan Mekah yang terkenal itu. Selama itu Abu Sufyan menjadi tulang punggung Quraisy dan sekutu-sekutunya, menggubah syair-syair untuk menjelekkan serta menjatuhkan Nabi, juga selalu mengambil bagian dalam peperanganyangdilancarkanterhadapIslam.

Saudaranya ada tiga orang, yaitu Naufal, Rabi'ah dan Abdullah, semuanya telah lebih dulu masuk Islam. Dan Abu Sufyan ini adalah saudara sepupu Nabi, yaitu putera dari pamannya, Harits bin Abdul Mutthalib. Di samping itu ia juga saudara sesusu dari Nabi karena selain beberapa hari disusukan oleh ibu susu Nabi, Halimatus Sa'diyah.

Pada suatu hari nasib mujurnya membawanya kepada peruntungan membahagiakan. Dipanggilnya puteranya Ja'far dan dikatakannya kepada keluarganya bahwa mereka akan bepergian.Dan waktu ditanyakan kemana tujuannya, jawabnya ialah:

"Kepada Rasulullah, untuk menyerahkan diri bersama beliau kepada Allah Robbul' alamin !"Demikianlah ia melakukan perjalanan dengan mengendarai kuda, dibawa oleh hati yang insaf dan sadar

Di Abwa' kelihatan olehnya barisan depan dari suatu pasukan besar. Maklumlah ia bahwa itu adalah tentara Islam yang menuju Mekah dengan maksud hendak membebaskannya. Ia bingung memikirkan apa yang hendak dilakukannya. Disebabkan sekian lamanya ia menghunus pedang memerangi Islam dan menggunakan lisannya untuk menjatuhkannya, mungkin Rasulullah telah menghalalkan darahnya, hingga ia bila tertangkap oleh salah seorang Muslimin, ia langsung akan menerima hukuman qishas. Maka ia harus mencari akal bagaimana caranya lebih dulu menemui Nabi sebelum jatuh ketangan orang lain.

Abu Sufyan pun menyamar dan menyembunyikan identitas dirinya. Dengan memegang tangan puteranya Ja'far, ia berjalan kaki beberapa jauhnya, hingga akhirnya tampaklah olehnya Rasulullah bersama serombongan shahabat, maka ia menyingkir sampai rombongan itu berhenti. Tiba-tiba sambil membuka tutup mukanya, Abu Sufyan menjatuhkan dirinya di hadapan Rasulullah. Beliau memalingkan muka daripadanya, maka Abu Sufyan mendatanginya dari arah lain, tetapi Rasulullah masih menghindarkan diri daripadanya.



Dengan serempak AbuSufyan bersama puteranya berseru:
"Asyhadu alla ilaha illallah. Wa-asyhadu anna Muhammadar Rasulullah Lalu ia menghampiri Nabi saw. seraya katanya: "Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Rasulullah".Rasulullah pun menjawab:

"Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai AbuSufyan!"

Kemudian Nabi menyerahkannya kepada Ali bin Abi Thalib, katanya: -- "Ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudlu dan sunnah, kemudian bawa lagi ke sini".

Ali membawanya pergi, dan kemudian kembali. Maka kata Rasulullah: "Umumkanlah kepada orang-orang bahwa Rasulullah telah ridla kepada Abu Sufyan, dan mereka pun hendaklah ridla pula…!"

Demikianlah hanya sekejap saat…!Rasulullah bersabda:

"Hendaklah kamu menggunakan masa yang penuh berkah…!" Maka tergulunglah sudah masa-masa yang penuh kesesatan dan kesengsaraan, dan terbukalah pintu rahmat yang tiada terbatas

Abu Sufyan sebetulnya hampir saja masuk Islam ketika melihat sesuatu yang mengherankan hatinya ketika perang Badar, yakni sewaktu ia berperang di pihak Quraisy. Dalam peperangan itu, Abu Lahab tidak ikut serta, dan mengirimkan 'Ash bin Hisyam sebagai gantinya. Dengan hati yang harap-harap cemas, ia menunggu-nunggu berita pertempuran, yang mulai berdatangan menyampaikan kekalahan pahit bagi pihak Quraisy.

Pada suatu hari, ketika Abu Lahab sedang duduk dekat sumur Zamzam bersama beberapa orang Quraisy, tiba-tiba kelihatan oleh mereka seorang berkuda datang menghampiri. Setelah dekat, ternyata bahwa ia adalah Abu Sufyan bin Harits.Tanpa bertangguh Abu Lahab memanggilnya, katanya: - "Mari ke sini hai keponakanku! Pasti kamu membawa berita! Nah, ceritakanlah kepada kami bagaimana kabar di sana …!"

Ujar Abu Sufyan bin Harits: - "Demi Allah! Tiada berita, kecuali bahwa kami menemui suatu kaum yang kepada mereka kami serahkan leher-leher kami, hingga mereka sembelih sesuka hati mereka dan mereka tawan kami semau mereka ...! Dan Demi Allah! Aku tak dapat menyalahkan orang-orang Quraisy Kami berhadapan dengan orang-orang serba putih mengendarai kuda hitam belang putih, menyerbu dari antara langit dan bumi, tidak serupa dengan suatupun dan tidak terhalang oleh suatupun.

"yang dimaksud Abu Sufyan dengan mereka ini ialah para malaikat yang ikut bertempur disamping Kaum Muslimin

Menjadi suatu pertanyaan bagi kita, kenapa ia tidak beriman ketika itu, padahal ia telah menyaksikan apa yang telah disaksikannya?
Jawabannya ialah bahwa keraguan itu merupakan jalan kepada keyakinan. Dan betapa kuatnya keraguan Abu Sufyan bin Harits, demikianlah pula keyakinannya sedemikian kukuh dan kuat jika suatu ketika ia datang nanti .... Nah, saat petunjuk dan keyakinan itu telah tiba, dan sebagai kita lihat, ia Islam, menyerahkan dirinya kepada Tuhan Robbul' alamin!

Mulai dari detik-detik keislamannya, Abu Sufyan mengejar dan menghabiskan waktunya dalam beribadat dan berjihad, untuk menghapus bekas-bekas masa lain dan mengejar ketinggalannyaselamaini

Dalam peperangan-peperangan yang terjadi setelah pempembebasan Mekah ia selalu ikut bersama Rasulu!lah. Dan di waktu perang Hunain orang-orang musyrik memasang perangkapnya dan menyiapkan satu pasukan tersembunyi, dan dengan tidak diduga-duga menyerbu Kaum Muslimin hingga barisan mereka porak poranda.

Sebagian besar tentara Islam cerai berai melarikan diri, tetapi Rasulullah tiada beranjak dari kedudukannya, hanya

berseru: "Hai manusia ... ! Saya ini Nabi dan tidak dusta... ! Saya adalah putra Abdul Mutthalib

Maka pada saat-saat yang maha genting itu, masih ada beberapa gelintir shahabat yang tidak kehilangan akal disebabkan serangan yang tiba-tiba itu. Dan di antara mereka terdapat Abu Sufyan bin Harits dan puteranya Ja'far.

Waktu itu Abu Sufyan sedang memegang kekang kuda Rasulullah. Dan ketika dilihatnya apa yang terjadi, yakinlah ia bahwa kesempatan yang dinanti-nantinya selama ini, yaitu berjuang fi sabilillah sampai menemui syahid dan di hadapan Rasulullah, telah terbuka. Maka sambil tak lepas memegang tali kekang dengan tangan kirinya, ia menebas batang leher musuh dengan tangan kanannya.

Dalam pada itu Kaum Muslimin telah kembali ke medan pertempuran sekeliling Nabi mereka, dan akhirnya Allah memberi mereka kemenangan mutlak.

Tatkala suasana sudah mulai tenang, Rasulullah melihat berkeliling Kiranya didapatinya seorang Mu'min sedang memegang erat-erat tall kekangnya. Sungguh rupanya semenjak berkecamuknya peperangan sampai selesai, orang itu tetap berada di tempat itu dan tak pernah meninggalkannya.

Rasulullah menatapnya lama-lama, lalu tanyanya: "Siapa ini? Oh, saudaraku, Abu Sufyan bin Harits... !" Dan demi didengarnya Rasulullah mengatakan "saudaraku", hatinya bagaikan terbang karena bahagia dan gembira. Maka diratapinya kedua kaki Rasulullah, diciuminya dan dicucinya dengan air matanya.


Ketika itu bangkitlah jiwa penyairnya, maka digubahnya pantun menyatakan kegembiraan atas keberanian dan taufik yang telah dikaruniakan Allah kepadanya:

"WargaKa'ab dan'Amir sama mengetahui Di pagi hari Hunain ketika barisan telah cerai berai Bahwa aku adalah seorang ksatria berani mati Menejuni api peperangan tak pernah nyali Semata mengharapkan keridhaan IlahiYang Maha Asih dan kepada-Nya sekalian urusan akan kembali".

Abu Sufyan menghadapkan dirinya sepenuhnya kepada ibadat. Dan sepeninggal Rasulullah saw. ruhnya mendambakan kematian agar dapat menemui Rasulullah di kampung akhirat. Demikianlah walaupun nafasnya masih turun naik, tetapi kematiantetap menjadi tumpuan hidupnya.

Pada suatu hari, orang melihatnya berada di Baqi' sedang menggali lahad, menyiapkan dan mendatarkannya. Tatkala orang-orang menunjukkan keheranan mereka, maka katanya:

"Aku sedang menyiapkan kuburku.

Dan setelah tiga hari berlalu, tidak lebih, ia terbaring dirumahnya sementara keluarganya berada di sekelilingnya dan sama menangis. Dengan hati puas dan tenteram dibukanya matanya melihat mereka, lalu katanya: "Janganlah daku ditangisi, karena semenjak masuk Islam tidak sedikitpun daku berlumur dosa."

Dan sebelum kepalanya terkulai di atas dadanya, diangkatkannya sedikit keatas seolah-olah hendak menyampaikan selamat tinggal kepada dunia fana ini.


Allah Swt Maha Pemurah, mempunyai keutamaan yang Maha Besar lagi Maha agung, yang memiliki pahala. Firman Allah dalam al-Qur'an:


•                          

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui".
(QS: al-Baqarah: 261)



•     •            
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan". (QS: al-Baqarah: 245)




•     •       
"Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak". (QS: al-Hadid: 11)


•              •  
"Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar." (QS: an-Nisa: 40)


Ayat-ayat al-Qur'an yang menunjukkan pahala, kelebihan dan keutamaan Allah, tidak terhitung jumlahnya. demikian juga halnya dalam hadits-hadits Nabi Muhammad Saw.

kalau kita teliti isi Hadits Qudsi di atas, terdapat bilangan 700. apakah memang pahala itu hanya dibatasi sampai 700 lipat ganda saja?

Untuk mendalami hikmah dan rahasianya, Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya menegaskan:

Apabila orang Arab, menyatakan bilangan banyak pada bilangan satuan, mereka sebutkan sampai pada bilangan tujuh. Apabila lebih dari tujuh dan ingin menyatakan bilangan banyak, biasanya mereka menyebutkan huruf "wau" Apabila kita kali-kan tujuh itu kepada bilangan sepuluh, kemudian hasil kali itu (yakni tujuh puluh) kita kalikan lagi sepuluh maka hasilnya ialah tujuh ratus.

Menurut Ibnu Hajar Alhaitami, angka 7 bagi orang arab menunjukkan bilangan banyak.

Allah berfirman di dalam Hadits Qudsi:

قا ل الله عزوجل: سبقت رحمتى غضبي

Allah Azza wajalla berfirman: "Rahmatku mendahului murkaku." (HR: Muslim).

dari hadits Qudsi di atas semakin menjelaskan bahwa sesungguhnya rahmat Allah Swt itu mendahului murka Allah, ketika kita lihat dari uraian sebelumnya betapa sangat besar sekali ampunan Allah Swt kepada hambanya yang berbuat dosa kemudian bertaubat, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang dirahmati Allah Swt amin.
























Daftar Pustaka


Usman Ali, A.Dahlan. dan M.D. Dahlan, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro, 2005
Ibnu al-Haitami Hajar, Fat-hul Mubin, Syarah Arba'in Annawaiyyah, Ahmad Albabi Alhalabi, Qairo, 1307 H
Muhammad Almath Faiz, 1100 Hadits Terpilih, Jakarta: Gema Insani, 1991
Khalid Muhammad Khalid, 2000, Para Sahabat yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul, Jakarta: Srigunting.

jalan ke surga

JALAN KE SURGA


Firman Allah dalam Hadits Qudsi:

انى ا نا ا لله لا ا له ا لا ا نا سبقت رحمتى غضبى فمن شهد ان لا اله الا ا لله و ان محمدا عبده ورسوله فله الجنة

" Sesungguhnya Akulah Allah, tiada Tuhan yang sebenarnya berhak diibadahi kecuali aku. Rahmat (kasih sayang) Ku telah mendahului kemurkaan-Ku. Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang sebenarnya berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, niscaya ia berhak mendapat surga".
(HQR ad-Dailami yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a.)

Arti rahman dalam kata-kata "rahmati" adalah kasih sayang. Rahman atau rahmat manusia beda dari Rahmah Allah.

Pada manusia, rahmah berarti kasih sayang yang mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan atau kebajikan kepada orang yang dikasihi. terkadang semata-mata dipakai untuk perbuatan kebajikan saja, tanpa ada kasih sayang yang mendorong. Rahmat dari Allah berarti pemberian ni'mat dan kurnia bukan dalam arti belas kasihan.

Allah bernama dan bersifat "Ar-Rahman" yang kasih sayang-Nya meliputi segala sesuatu yang ada, dan bersifat " Ar-Rahim" yang menunjukkan kasih sayang, kurnia dan Rahmat-Nya yang banyak sekali.

Asal arti " ghadhab" dari kata " ghadhaba", ialah meluap dan mendidihnya darah dalam hati atau jantung, yang begitu cepat naik ke kepala, sehingga terlihat pengaruhnyapada air muka dan matanya yang menjadi merah padam. Musuhnya atau orang yang ia marahi pada pandangannya menjadi kecil, seolah-olah dapat ditelannya bulat-bulat. Telinganya juga kelihatan merah dan kadang-kadang tak dapat mendengar nasihat orang lain, mulutnya terlihat gemetar dan menyemburkan caci-maki dan sumpah serapah serta kata-kata yang tidak sopan sama sekali, otak dan akal pikirannya kehilangan pertimbangan yang waras, karena dikuasai oleh amarahnya yang melampaui batas itu.

Darah yang mendidih itu juga menyebar, sehingga tangannya gemetar dan mengepal serta diacung-acungkannya kepada lawan-nya. kakinya pun mulai membuat langkah persiapan untuk menyerang.




Karena itulah Nabi Saw menyebutkan dalam hadits:

اتقوا الغضب فا نرجمرة توقد فى قلب ابن ادم الم تروا الى انتفاخ اوداجه وحمرة عينيه

Jagalah diri kalian, dari ghadlab (marah), karena ia laksana bara api yang dinyalakan di dalam hati manusia. bukankah kalian lihat mengembangnya leher dan memerahnya kedua biji matanya?

Adapun kemurkaan Allah, dimanifestasikan dalam bentuk siksaan yang diberikan kepada orang yang bersalah, sehingga orang itu merasa gundah hati, sakit dan sebagainya, atau orang itu dikembalikan berjalan di jalan yang diridhai Allah.

Allah telah memberitahukan kepada hamba-Nya bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Dia. Dia juga memberitahukan bahwa sifat kasih sayang kepada hamba-Nya berupa pahala dan kurnia-Nya lebih didahulukan daripada hukuman dan siksa-Nya. karena itulah

Allah berfirman dalam al-Qur'an

        •     

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih (QS: al-Hijr 49-50)

Didahulukan rahmat atas kemurkaan-Nya itu adalah kurnia dan kemurahan-Nya.

Kisah Rasullullah Saw mengenai jalan menuju surga
Di suatu pagi hari, Rasulullah SAW bercerita kepada para sahabatnya, bahwa semalam beliau didatangi dua orang tamu. Dua tamu itu mengajak Rasulullah untuk pergi ke suatu negeri, dan Rasul menerima ajakan mereka. Akhirnya mereka pun pergi bertiga.
Ketika dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang yang tengah berbaring. Tiba-tiba di dekat kepala orang itu ada orang lain yang berdiri dengan membawa sebongkah batu besar. Orang yang membawa batu besar itu dengan serta merta melemparkan batu tadi ke atas kepala orang yang sedang berbaring, maka remuklah kepalanya dan menggelindinglah batu yang dilempar tadi. Kemudian orang yang melempar batu itu berusaha memungut kembali batu tersebut. Tapi dia tidak bisa meraihnya hingga kepala yang remuk tadi kembali utuh seperti semula. Setelah batu dapat diraihnya, orang itu kembali melemparkan batu tersebut ke orang yang sedang berbaring tadi, begitu seterusnya ia melakukan hal yang serupa seperti semula.
Melihat kejadian itu, Rasulullah bertanya kepada dua orang tamu yang mengajaknya, “Maha Suci Allah, apa ini?”
“Sudahlah, lanjutkan perjalanan!” jawab keduanya.
Maka mereka pun pergi melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang lagi. Orang tersebut sedang terlentang dan di sebelahnya ada orang lain yang berdiri dengan membawa gergaji dari besi. Tiba-tiba digergajinya salah satu sisi wajah orang yang sedang terlentang itu hingga mulut, tenggorokan, mata, sampai tengkuknya. Kemudian si penggergaji pindah ke sisi yang lain dan melakukan hal yang sama pada sisi muka yang pertama. Orang yang menggergaji ini tidak akan pindah ke sisi wajah lainnya hingga sisi wajah si terlentang tersebut sudah kembali seperti sediakala. Jika dia pindah ke sisi wajah lainnya, dia akan menggergaji wajah si terletang itu seperti semula. Begitu seterusnya dia melakukan hal tersebut berulang-ulang.
Rasulullah pun bertanya, “Subhanallah, apa pula ini?”
Kedua tamunya menjawab, “Sudah, menjauhlah!”
Maka mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Selanjutnya mereka mendatangi sesuatu seperti sebuah tungku api, atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya besar, dan menyala-nyala api dari bawahnya. Di dalamnya penuh dengan jeritan dan suara-suara hiruk pikuk. Mereka pun melongoknya, ternyata di dalamnya terdapat para lelaki dan wanita dalam keadaan telanjang. Dan dari bawah ada luapan api yang melalap tubuh mereka. Jika api membumbung tinggi mereka pun naik ke atas, dan jika api meredup mereka kembali ke bawah. Jika api datang melalap, maka mereka pun terpanggang.
Rasulullah kembali bertanya, “Siapa mereka?”
Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”
Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka mendatangi sebuah sungai, sungai yang merah bagai darah. Ternyata di dalam sungai tadi ada seseorang yang sedang berenang, sedangkan di tepi sungainya telah berdiri seseorang yang telah mengumpulkan bebatuan banyak sekali. Setiap kali orang yang berenang itu hendak berhenti dan ingin keluar dari sungai, maka orang yang ditepi sungai mendatangi orang yang berenang itu dan menjejali mulutnya sampai ia pun berenang kembali. Setiap kali si perenang kembali mau berhenti, orang yang di tepi sungai kembali menjejali mulut si perenang dengan bebatuan hingga dia kembali ke tengah sungai.
Rasulullah pun bertanya, “Apa yang dilakukan orang ini?!”
“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.
Maka mereka pun melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan kali ini, mereka mendapatkan seseorang yang amat buruk penampilannya, sejelek-jeleknya orang yang pernah kita lihat penampilannya, dan di dekatnya terdapat api. Orang tersebut mengobarkan api itu dan mengelilinginya.
“Apa ini?!” tanya Rasulullah
“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dalam perjalanan mereka menemukan sebuah taman yang indah, dipenuhi dengan bunga-bunga musim semi. Di tengah taman itu ada seorang lelaki yang sangat tinggi, hingga Rasulullah hampir tidak bisa melihat kepala orang itu karena tingginya. Di sekeliling orang tinggi itu banyak sekali anak-anak yang tidak pernah Rasul lihat sebegitu banyaknya.
Melihat itu, Rasulullah kembali bertanya, “Apa ini? Dan siapa mereka?”
Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”
Maka mereka pun pergi berlalu. Lalu mereka menyaksikan sebuah pohon yang amat besar, yang tidak pernah Rasul lihat pohon yang lebih besar dari ini. Pohon ini juga indah. Kedua tamu Rasul berkata, “Naiklah ke pohon itu!”
Lalu mereka pun memanjatnya. Rasul dituntun menaiki pohon dan dimasukkannya ke dalam sebuah rumah yang sangat indah yang tak pernah Rasul lihat seumpamanya. Di dalamnya terdapat lelaki tua dan muda. Lalu mereka sampai pada sebuah kota yang dibangun dengan batu bata dari emas dan perak. Mereka mendatangi pintu gerbang kota itu. Tiba-tiba pintu terbuka dan mereka memasukinya. Mereka disambut oleh beberapa orang, sebagian mereka adalah sebaik-baik bentuk dan rupa yang pernah kita lihat, dan sebagiannya lagi adalah orang yang seburuk-buruk rupa yang pernah kita lihat. Kedua tamu yang bersama Rasulullah berkata kepada orang-orang itu, “Pergilah, dan terjunlah ke sungai itu!”
Ternyata ada sungai terbentang yang airnya sangat putih jernih. Mereka pun segera pergi dan menceburkan dirinya masing-masing ke dalam sungai itu. Kemudian mereka kembali kepada Rasululullah dan dua tamunya. Kejelekan serta keburukan rupa mereka tampak telah sirna, bahkan mereka dalam keadaan sebaik-baik rupa!
Lalu kedua orang tamu Rasulullah berkata, “Ini adalah Surga ‘Adn, dan inilah tempat tinggalmu!”
“Rumah pertama yang kau lihat adalah rumah orang-orang mukmin kebanyakan, adapun rumah ini adalah rumah para syuhada’, sedangkan aku adalah Jibril dan ini Mika’il. Maka angkatlah mukamu (pandanganmu).”
Maka mata Rasulullah langsung menatap ke atas, ternyata sebuah istana bagai awan yang sangat putih. Kedua tamu Rasulullah berkata lagi, “Inilah tempat tinggalmu!”
Rasulullah berkata kepada mereka, “Semoga Allah memberkati kalian.”
Kedua tamu itu lalu hendak meninggalkan Rasulullah. Maka Rasulullah pun segera ingin masuk ke dalamnya, tetapi kedua tamu itu segera berkata, “Tidak sekarang engkau memasukinya!”
“Aku telah melihat banyak keajaiban sejak semalam, apakah yang kulihat itu?” tanya Rasulullah kepada mereka.
Keduanya menjawab, “Kami akan memberitakan kepadamu. Adapun orang yang pertama kau datangi, yang remuk kepalanya ditimpa batu, dia itu adalah orang yang membaca Al Qur’an tetapi ia berpaling darinya, tidur di kala waktu shalat fardhu (melalaikannya). Adapun orang yang digergaji mukanya sehingga mulut, tenggorokan, dan matanya tembus ke tengkuknya, adalah orang yang keluar dari rumahnya dan berdusta dengan sekali-kali dusta yang menyebar ke seluruh penjuru. Adapun orang laki-laki dan perempuan yang berada dalam semacam bangunan tungku, maka mereka adalah para pezina. Adapun orang yang kamu datangi sedang berenang di sungai dan dijejali batu, maka ia adalah pemakan riba. Adapun orang yang sangat buruk penampilannya dan di sampingnya ada api yang ia kobarkan dan ia mengitarinya, itu adalah malaikat penjaga neraka jahannam.
Adapun orang yang tinggi sekali, yang ada di tengah-tengah taman, itu adalah Ibrahim AS. Sedangkan anak-anak di sekelilingnya adalah setiap bayi yang mati dalam keadaan fitrah.”

Lalu di sela-sela penyampaian cerita ini, para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak orang-orang musyrik?”
Rasulullah menjawab, “Dan anak orang-orang musyrik.”
Lalu Rasulullah SAW melanjutkan ceritanya.
Adapun orang-orang yang sebagian mukanya bagus, dan sebagian yang lain mukanya jelek, mereka itu adalah orang-orang yang mencampuradukan antara amalan shalih dan amalan buruk, maka Allah mengampuni kejelekan mereka.
Barang siapa yang beriman dan percaya kepada-Nya, iman yang benar dan percaya yang sungguh-sungguh, serta mengaku dan menetapkan kewahdaniatan-Nya (keesaan-Nya), mengaku dan menetapkan dengan sepenuh hatinya kerasulan Nabi Muhammad serta menerima dan melaksanakan apa saja yang datang dari beliau, maka Allah Swt. akan menempatkannya di dalam surga, suatu tempat nikmat dan kurnia yang maha besar lagi kekal dan abadi.

Dapatlah kita ambil pengertian bahwa, sudah tentu tidaklah cukup dengan, hanya semata-mata penyaksian lisan saja, sebab yang dinamakan "iman" adalah I'tiqad dan percaya dengan hati, pengakuan dengan lidah, dan pelaksanaan dengan seluruh anggota. kalau sudah percaya dengan hati akan ke-Esaan Allah, dan diucapkannya pula pengakuan itu dengan lidahnya (dua kalimah syahadat), hendaklah ia melaksanakan semua ajaran yang berupa perintah dan larangan Allah, dengan tulus ikhlas dan sepenuh hati. dengan demikian barulah ia berhak mendapatkan surga seperti yang telah dijanjikan dalam Hadits Qudsi di atas.

Syahadat-Tauhid atau penyaksian terhadap ke-Esaan Allah dengan ucapan "La Ilaha Illallah" itu, menuntut beberapa hak' beberapa ketentuan, dan beberapa kewajiban. demikian juga Syahadaturrisalah " anna Muhammadur-rasulullah", menuntut keharusan mengikuti petunjuk beliau dan melaksanakan sunnahnya. Barangsiapa yang telah memenuhi syarat-syarat terebut, dengan penuh keikhlasan, ia berhak mendapatkan surga sebagai mana yang telah dijanjikan.


Orang-orang yang masuk surga tanpa dihisab.

Orang-orang yang masuk surga tanpa dihisab (diperhitungkan amalnya) adalah mereka yang beriman, bertakwa dan beramal shalih secara istiqamah. mereka ini tidak dihitung, tidak ditimbang dan tidak ada catatan amal perbuatan kecuali tertulis di dalam-Nya " Pembebasan dari Allah dan Rasul-Nya". Mereka ini adalah kelompok pertama yang telah kita bicarakan pada lembaran yang lalu, dimana Rasulullah Saw menerangkan sifat mereka.

Diriwayatkan dari Abu Hazim, dari sahal bin Sa'ad bahwa Rasulullah Saw bersabda, yang artinya yaitu " Akan masuk surga 70 ribu orang atau 700 ribu Abu hazim tidak tahu dengan tepat mana yang beliau sabdakan dari umat Nabi Muhammad Saw, dalam keadaan berpegangan antara satu sama lain. Orang yang pertama tidak akan masuk sehingga orang yang terakhir dari mereka memasukinya. wajah mereka diibaratkan seperti bulan bulan di malam purnama.

Diriwayatkan dari Abu Bakar RA, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda,: yang artinya" Aku diberikan 70 ribu orang dari umatku yang masuk surga tanpa dihisab. wajah mereka seperti bulan di malam purnama, dan hati mereka adalah hati satu orang. maka aku minta tambahan kepada Tuhanku, lalu dia menambahkanku, bersama setiap orang 70 ribu orang." (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Umamah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, yang artinya" Tuhanku menjanjikanku, 70 ribu umatku masuk surga tanpa dihisab dan tanpa siksaan, bersama setiap 70 ribu dan tiga genggaman dari genggaman Tuhanku." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Di dalam hadits ini Rasulullah Saw menerangkan sifat orang-orang yang masuk surga tanpa dihisab atau ditimbang, mereka ini berjumlah 70 ribu, serta bersama mereka tiga genggaman dari genggaman Tuhan semesta alam.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Nabi Saw bersabda, yang artinya " Aku telah diperlihatkan oleh Allah beberapa golongan umat manusia. Maka, aku melihat seorang Nabi bersama satu kumpulan manusia, mereka itu tidak lebih dari 10 orang, seorang nabi bersama seorang lelaki atau dua orang lelaki, dan seorang nabi tanpa ada seorang pun bersamanya. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku satu kumpulan yang ramai. Aku menyangka mereka dari kalangan uamtku. tetapi dikatakan kepadaku, " Mereka adalah Nabi Musa as dan kaumnya. lihatlah ke ufuk! ' Lalu aku pun melihatnya, ternyata terdapat satu kumpulan yang ramai. Dikatakan lagi kepadaku, ' lihatlah ke ufuk yang lain'. ternyata di sana juga terdapat satu kumpulan yang ramai. Dikatakan kepadaku, ' Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada 70 ribu orang yang akan memasuki surga tanpa dihisab dan diadzab."

Kemudian Rasulullah Saw bangkit, lalu masuk ke dalam rumahnya. orang ramai berbincang, mengenai mereka yang akan dimasukkan ke dalam surga tanpa dihisab dan diadzab. kemudian setengah dari mereka berkata, " Mungkin mereka adalah orang-orang yang selalu bersama Rasullullah Saw." Ada pula yang mengatakan, " Mungkin mereka adalah oarng-orang yang dilahirkan dalam islam dan tidak pernah melakukan perbuatan syirik terhadap Allah." Mereka mengemukakan pendapat masing-masing. ketika itu Rasulullah Saw keluar menemui mereka lalu bertanya, " Apa yang telah kamu perbincangkan? ' Mereka pun menerangkan keadaan tersebut. maka Rasulullah Saw bersabda, " Mereka adalah oarng-orang yang tidak berputusasa hingga malas beramal, dan hanya kepada Allah mereka bertawakal."

Ukasyah bin Mihsan berdiri lalu berkata, " Doakanlah kepada Allah semoga aku termasuk kalangan mereka." Rasulullah Saw bersabda, " Kamu termasuk dari kalangan mereka."

Kemudian berdiri seorang lelaki yang lain, lalu berkata, " Berdoalah kepada Allah semoga aku termasuk dari kalangan mereka. " Rasulullah Saw bersabda, yang artinya
' Ukasyah telah mendahului kamu. "(Muttafaq alaih)

Kelompok yang tidak dihisab dan yang masuk surga tanpa dihisab ini mempunyai criteria di dalam surah Al-Waaqi'ah, di mana Allah Swt menyifati mereka sebagai orang-orang yang paling dulu masuk islam, yang dekat di sisi Allah Swt di surga-surga yang penuh dengan kenikmatan, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang terdahulu dan sedikit dari kalangan orang-orang terakhir, yaitu orang-orang yang Allah Swt tanamkan kemuliaan mereka dengan kedua tangan-Nya karena kecintaan, penghargaan dan pengagungan-Nya kepada mereka, di mana mereka sebagai symbol yang tinggi dalam keimanan, amal shalih, jihad, ilmu, pemberian, kepedulian, kelembutan hati, kecintaan, penepatan janji dan akhlak yang terpuji.




Allah Swt berfirman

       • •    •     
Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan, Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (QS: al-Waaqi'ah: 10-14)

dari rangkaian uraian di atas merupakan suatu informasi kepada kita jalan apa sajakah yang dapat kita tempuh agar mencapai surga Allah, dengan keridhaannya terhadap kita, itu merupakan suatu penunjuk jalan kepada kita sebagai umat islam agar dapat masuk ke dalam surganya Allah Swt dengan cara yang dimuliakan oleh Allah Swt.

Apabila kita sadari, bahwa kita hidup di dunia ini hanya sementara pasti akan berakhir, namun batas ajal kita tidaklah jelas, kita tidak tahu kapan kita akan meninggal, yang dapat kita lakukan hari ini, barangkali besok pagi sudah tidak bisa kita lakukan lagi, hari ini adalah amal tanpa hisab dan besok hisab tanpa amal. apabila kesempatan hari ini tidak dimanfaatkan seorang muslim untuk menggapai ridhonya Allah Swt yang pada akhirnya kita akan dimasukkan ke dalam surganya Allah apabila Allah telah ridho kepada kita, maka bisa jadi besok pagi sudah tidak ada lagi kesempatan baginya.




















Daftar Pustaka


Usman Ali, A.Dahlan. dan M.D. Dahlan, Hadits Qudsi, Bandung: Diponegoro, 2005
Mahir Ash-Shufi Ahmad, Ensiklopedia Surga, Jakarta: Pustaka Azzam, 2005
Shulha Salma, La Tahzan For Muslimah, Bandung: Mizan Media Utama, 2007
Muhammad Al-Mashiri dan Muhammad Saleh Al-Munajjid, 2006, Panggilan 8 Pintu dan Keajaiban Surga, Jakarta: Embun Publishing.